Akhir-akhir
ini Ibu Pertiwi diwarnai banyak pertumpahan darah. Berbagai kasus pembunuhan
warga kerap mewarnai ranah publik. Seharusnya Reformasi membawa kita ke arah
yang lebih baik dengan menciptakan masyarakat madani, terciptanya Good Governance di berbagai elemen
pemerintahan guna tercapainya cita-cita bangsa. Namun sayang, reformasi justru
semakin jauh dari harapan, berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi di berbagai
pelosok negeri. Semua itu tidak lain tidak bukan karena belum mampunya pemerintah
dalam menjalankan prinsip Good Governance. Pemerintah kerap kali tidak
transparansi, tidak bertanggungjawab (aquntable) dan tidak menjunjung tinggi
kehidupan demokrasi. Tuntutan rakyat bukan didengarkan tapi malah di lawan. Semua
itu juga tidak lepas dari minimnya profesionalitas akibat korporatokrasi.
Rakyat dikorbankan demi kepentingan investor, bahkan polisi yang seharusnya
berkewajiban menjaga ketertiban umum justru menjadi tameng perusahaan asing.
Berbagai
media saat ini mulai banyak memberitakan berbagai kasus pembunuhan warga
masyarakat yang menyuarakan suara mereka ketika melawan pemerintah. Bahkan
tidak sedikit dari mereka harus kehilangan nyawa. Masyarakat yang paling banyak
menjadi korban pelanggaran HAM adalah kaum petani seperti yang terjadi saat ini
di Kabupaten Bima NTB. Dari proses hasil geologi daerah tersebut memang
memiliki sumber daya alam yang potensial seperti emas, perak, tembaga, timah
hitam, pasir besi dan masih banyak lainnya. Sehingga hal ini menarik bagi
investor-investor asing.
Sebagian
besar masyarakat Bima memang mayoritasnya adalah petani. Tapi disamping itu,
Bima juga memiliki rata-rata curah hujan yang relatif pendek sehingga sumber
air sangat penting bagi masyarakat. Warga yang mengandalkan hidup mereka dari
hasil pertanian tentu sangat resah bila sumber air mereka akan di ambil alih
untuk dikelola investor asing sehingga rakyatpun menuntut untuk menolak PT SMN
milik Australia itu untuk mengeksploitasi wilayah mereka. Namun apa yang
terjadi, ketika masyarakat menuntut pemerintah justru mereka tidak direspon
bahkan pemerintah setempat tetap melajnutkan perjanjiannya dengan investor
asing tanpa memperdulikan masyarakat sedikitpun. Rakyat terus melawan karena
kehidupan mereka semakin terancam. Hal ini membuktikan kalau pemerintah kurang
transparansi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Masyarakat
yang terus membela hak mereka dan menentang rencana pemerintah. Namun entah
kenapa warga yang melakukan perlawanan
harus diserang. Bahkan hingga kini tidak sedikit dari mereka yang terluka dan
mati mengenaskan. Aparat kepolisian yang seharusnya melindungi warga justru
mengarahkan senjata mereka ke tubuh warga yang membela hidupnya. Sungguh ironis
ketika warga yang seharusnya dilindungi justru harus mati karena membela hidup
mereka ditangan aparat yang seharusnya mensejahterakan mereka. Selain di Bima
polisi juga memiliki catatan hitam lainnya.
Seperti konflik
lahan perkebunan kelapa sawit PT Barat Selatan Makmur Investindo pada tanggal
11 November 2011 yang mengakibatkan 1 orang tewas dan 6 orang luka-luka. Pada
tanggal 9 November 2011, ratusan petani di desa Hutabalang, Tapanuli Tengah
bentrok dengan polisi dan yang paling buruk adalah kasus di Mesuji, Sumatera
Selatan dimana banyak nyawa melayang karena pembantaian oleh aparat. Hal ini
bisa dikatakan sebagai pelanggaran HAM yang sangat berat dan kejam. Namun
pemerintah hanya bisa mengeluarkan janji-janji palsu mereka.(sumber : majalah forum)
Kejadian-kejadian
tersebut memang menunjukkan bahwa polisi
jelas-jelas memihak investor daripada warga yang lemah. Mereka mengahabisi
nyawa-nyawa yang seharusnya mereka lindungi. Pemerintah yang berada di belakang
itu semua hanya bisa menghasilkan retorika belaka. Ini juga membuktikan kepada
kita semua bahwa korporatokrasi semakin merajalela, pemerintah lebih
mementingkan pemilik modal daripada rakyatnya sendiri (Neoliberalisme). Entah kapan hukum benar-benar ditegakkan atau UUD
dan Pancasila benar-benar dijalankan. Semoga ibu pertiwi cepat tersenyum
kembali seperti harapan para pejuang terdahulu.
memang sangat menyedihkan, kita harus menerima kenyataan bahwa aparat yang seharusnya menjadi pelindung malah menjadi sosok penyiksa rakyat kecil...
BalasHapusnb: tulisan anda bagus,,,